Rabu, 06 Oktober 2010

Kamis, 02 September 2010

Puasa

Puasa, suatu kegiatan yang mengambarkan manusia yang mematuhi perintah Allah SWT pada bulan Ramadhan, merasakan perut yang lapar cukup lama, tenggorokan kering menahan haus selama 12 jam, pada negara tertentu (seperti di Rusia) sampai 14 jam lamanya, berusaha tidak tergoda oleh syahwat. Jadi demikianlah bila berniat agar jasmani dapat dibimbing untuk dikendalikan, tubuh (daging) dan isinya (organ dalam) harus dituntun oleh Ruh. Kalau tidak dapat dikendalikan maka akan dekat dengan perilaku buruk (dosa).

Selama satu bulan selama terbit matahari sampai tenggelam menolak semua dorongan jasmani, dan diisyaratkan untuk dapat menerima yang "Rohani" saja, tanpa melupakan kegiatan rutin kerja sehari-hari. Mulai dari jam 4 subuh, masjid dan surau dipenuhi suara orang yang menyebut nama Tuhan, ibadah sunah dianjurkan, iman diteguhkan, syariat dijalankan. Banyak yang harus kita tangkal seperti ayam goreng, sate kambing, video porno, menjaga kata-kata, dst.

Pertanyaannya adalah, apakah bisa daging dan semua organnya diacuhkan? Dapatkah tubuh ini kita lihat terpisah? Coba kita perhatikan, sepertinya ada yang terlewatkan disini. Bukankah pada bulan Ramadhan ini seluruh jasmani diam-diam mempersiapkan suatu cara untuk melawannya (resistance) tanpa yang bersangkutan menyadarinya?


Perhatikan pada tempat-tempat (pusat-pusat) perbelanjaan mewah (mall) ataupun warteg yang berada di kaki-lima. Maka kita akan melihat betapa ramai dan lengkapnya bermacam-macam makanan lezat yang belum tentu kita jumpai sehari-hari diluar bulan Ramadhan.


Bulan ramadhan sekarang sudah menjadi sebuah "Paradoks", karena sewaktu orang diwajibkan untuk menahan hawa nafsu, yang meningkat malahan kreatifitas menyiapkan hidangan untuk berbuka dan bersahur, sampai omzet dari perdagangan berbagai macam makanan dapat meningkat hingga 60%. Begitu banyak orang berbelanja ekstra untuk dapat mebuat meriah meja makan ketika berbuka puasa (iftar) dan sahur.


Seolah-olah di Indonesia Ramadhan sudah menjadi sebuah periode ketika orang berusaha untuk dapat mendapatkan sebuah kompensasi khusus. Jadi muncul sebuah anggapan bahwa dengan adanya pengekangan terhadap badan yang sedang berpuasa sepanjang 30 hari, adalah sebuah bentuk "deprivasi", artinya terjadi sebuah pencabutan hak hidup yang normal, kemudian kita merasa harus diagungkan (dihormati) dan menginginkan suatu imbalan yang memuaskan dari pihak lain kepada kita.


Diatas semua yang diuraikan tadi, terutama di Indonesia, bagi orang-orang yang menganggap bahwa kewajiban berpuasa adalah sebuah "deprivasi" yang berat maka akan bersikap seperti anak-anak yang manja atau seperti seorang korban yang memiliki rasa dendam. Mereka ini meminta diperlakukan sebagai suatu tingkat kelas tersendiri. "Hormatilah orang yang sedang berpuasa!", tertulis pada spanduk dimana-mana. Maksudnya tentu supaya "jangan menggoda atau merayu orang-orang yang sedang menjalakan puasa sehingga menjadi batal puasanya".


Kelihatannya berpuasa itu telah berubah maknanya, karena menahan haus dan lapar sudah tidak diiringi dengan niat, ikhlas dan tekad yang sungguh-sungguh untuk melawan godaan yang dihadapi, akan tetapi sudah berubah menjadi sikap ketakutan akan adanya godaan selama waktu berpuasa. Di bulan yang mulia ini orang-orang mengatakan bahwa niat mereka didalam menjalankan puasa adalah untuk Allah SWT (ikhlas) akan tetapi nyatanya orang-orang ada yang merasa berhak mengklaim proteksi dari kekuatan diluar diri mereka melalui (bantuan) kebijakan negara, bantuan ormas-ormas dengan ID Islam.


Dan apakah yang terjadi pada lingkungan sosial kita!

Semua tempat-tempat hiburan malam diharuskan untuk tutup sepanjang Ramadhan. Kalau kita perhatikan bahkan panti pijat yang selalu digunakan oleh keluarga (juga anak-anaknya) dilarang membuka praktek. Akibatnya para juru pijat yang umumnya adalah ibu-ibu yang bekerja untuk sedikit menambah penghasilan nafkah didalam keluarganya menjadi berkurang pendapatnya. Misalnya, di daerah Bekasi, banyak para pemilik beserta pegawai industri hiburan kecil-kecilan atau menengah mengeluh, coba bayangkan selama 30 hari mereka kehilangan penghasilan, tentunya kegelisahan mereka membuat mereka berani mengeluh. Padahal mereka tentunya berhak untuk dapat bergembira di hari Idul Fitri karena merekapun menjalakan puasa selama sebulan.


Keadaannya menjadi tidak wajar, karena puasa telah berubah menjadi semacam privilege (hak-istimewa). Orang-orang yang berpuasa ini bukan saja harus dihormati secara istimewa, bahkan orang lain harus bersedia berkorban untuk mereka yang berpuasa!


Masalahnya akan berbeda total, kalau kita menganggap bahwa berpuasa dengan sudut pandang lain, yaitu berpuasa bukan sebagai sebuah deprivasi seseorang, akan tetapi sebagai salah satu ikhtiar kita untuk dapat mengurangi apa-apa yang dirasakan dan dilakukan selama ini berlebih-lebihan didalam diri. Atau dapat kita katakan, inilah puasa sebagai pilihan sikap yang dapat mencegah keserakahan diri. Bahkan bisa kita katakan inilah puasa sebagai ujian untuk dapat mereduksi sifat-sifat agresifitas didalam menghadapi situasi dunia - agresifitas yang selalu ingin mengambil materi dunia menjadi milik dan bagian dari target konsumsi.


Secara prinsip didalam puasa reduktif ini, kita sebenarnya sedang melanjutkan pesan Nabi SAW, yaitu untuk berhenti makan sebelum perut kita kenyang dan ada kesamaan dengan pesan Gandhi untuk menyadari bahwa dunia ini sangat terbatas, "Bumi cukup untuk kebutuhan setiap orang, akan tetapi tidak akan pernah cukup untuk ketamakan tiap orang".


Puasa semacam ini tentunya tidak akan diakhiri dengan kemenangan yang dirayakan dengan Idul Fitri yang dipenuhi kecongkakan atau kesombongan. Puasa adalah suatu proses untuk menghindari keserakahan dan agresifitas, maka tidak akan meneriakan suara kemenangan, khususnya kemenangan diri sendiri, subjek yang merasa super dan telah mengalahkan tubuhnya sendiri.


Kalau kita ingat kata-kata Chairil Anwar pada "Aku" di pintu Tuhan, puasa seperti itu akan "Hilang bentuk, remuk". Akan tetapi bukan berarti "Hilang bentuk, remuk" itu sedang menunjukan wajah manusia yang tertindas dan menjadi aneh bagi dirinya sendiri.


Ada anggapan dari Marx bahwa didalam agama (sebagai bentuk pengasingan diri), wujud manusia menjadi hilang, "Semakin banyak yang dicurahkan manusia kepada Tuhan, maka semakin sedikit yang dapat ia sisakan bagi dirinya sendiri....". Akan tetapi disini Marx salah. Diabad ini yang kita saksikan malahan kebalikannya, semakin banyak yang dicurahkan manusia kepada Tuhan, malah semakin menggelembung manusia menjadi subjek yang berisi, perkasa dan agresif.


Barangkali inilah sebabnya kebanyakan mereka yang berpuasa saat ini juga terlihat seperti orang-orang yang ingin berkuasa. Terkecuali kalau puasa dapat membuat kita sadar, bahwa kita tidak pernah bisa utuh sendirian, "Aku selalu bersama-sama segala kekuranganku".


Kita ini, roh yang juga daging di badan, terbentuk oleh unsur-unsur yang sama dengan unsur-unsur yang ada di dunia. Kita yang dapat merasa lapar juga haus adalah seperti mahkuk-mahkluk pada umumnya. Saling terkait kepada "yang lain", jadi bukan hanya kesadaran kita. Kita sangat terkait dengan organ pencernaan, detak jantung, arus aliran darah, pengalaman, trauma dan juga ingatan masa lalu kita. Disamping itu juga dengan situasi diluar tubuh kita seperti cuaca, lingkungan fauna dan flora, semua benda-benda yang berada disekitar kehidupan kita. Kita berada di bumi, dikolong langit, berada diantara mahkluk lainnya yang fana, di hadapan Tuhan - sebuah variasi dari das Geviert Heidegger. Dalam posisi itu, aku bisa merasakan bumi, langit, sesama makhluk dan rahmat Tuhan mengasuhku. Dan aku bisa damai menghilangkan ketamakan dan agresifitasku.


Puasa Sesungguhnya

Maka disinilah puasa sesungguhnya, yang tidak akan diiringi keinginan untuk mendapatkan kompensasi (bantuan) yang memuaskan bagi tubuh manusia yang sedang merasakan tertindas dan terasing oleh Ramadhan. Di sini juga, puasa sesungguhnya yang tidak diawali dengan merasa keseharian direnggut, hanya disebabkan karena mulut dilarang menelan makanan, lidah dilarang merasakan kelezatan. Di sini juga, puasa sesungguhnya adalah pertemuan kembali dengan tubuh yang lemah, akan tetapi bukan untuk kita kurung dan untuk diawasi.


Maka bagaimanakah kita bisa untuk mendapat malam Lailatul Qadr diantara hari-hari sepuluh hari terahkir bulan Ramadhan, apabila pada puasa kita masih ada kemanjaan, meminta proteksi dan terlebih lagi ada orang lain dalam jumlah banyak dikorbankan dengan paksaaan, terkadang dengan kekerasan, hanya untuk menghormati puasa kita?


Wassalam,
Jonie S

Copas dari milis TIATENAS75_83

Minggu, 06 Desember 2009

Senin, 20 Juli 2009

Disiplin Teknik Industri

Horizon Baru Disiplin Teknik Industri : Dari Ranah Mikro ke Makro?

oleh Sritomo Wignjosoebroto

Banyak orang yang salah menginterpretasikan pengertian tentang teknik industri. Istilah “industri” dalam berbagai kasus sering dilihat dalam kaca-mata sempit sebagai “pabrik” yang banyak bergelut dengan aktivitas manufakturing. Meskipun secara historis perkembangan profesiteknik industri berangkat dari disiplin teknik mesin (produksi) dan terutama sekali sangat erat kaitannya dengan proses manufakturing produk dalam sebuah proses transformasi fisik; disiplin teknik industri telah berkembang luas dalam beberapa dekade terakhir ini.Sesuai dengan “nature”-nya, industri bisa diklasifikasikan secara luasyaitu mulai dari industri yang menghasilkan produk-barang fisik(manufaktur) sampai ke produk-jasa (service) yang non-fisik. Industrijuga bisa kita bentangkan dalam pola aliran hulu-hilir sampai ke skala kecil-menengah-besar. Demikian juga problematika yang dihadapi oleh
industri --- yang kemudian menjadi fokus kajian disiplin teknik industri --- bisa terfokus dalam ruang lingkup mikro (lantai produksi)dan terus melebar luas mengarah ke problematika manajemen produksi (perencanaan, pengorganisasian, pengoperasian dan pengendalian sistemproduksi) yang harus memperhatikan sistem lingkungan (aspek politik-sosial-ekonomi-budaya maupun hankam) dalam setiap langkah pengambilan keputusan berdimensi strategik.

Disiplin Teknik Industri melihat setiap persoalan dengan metode pendekatan sistem dimana segala keputusan yang diambil juga selalu didasarkan pada aspek teknis (engineering area) dan aspek non-teknis.Wawasan “Tekno-Sosio-Ekonomi” akan mewarnai penyusunan kurikulum pendidikan teknik industri dan merupakan karakteristik yang khas yang menggambarkan ciri keunggulan serta membedakan disiplin ini dengan disiplin-disiplin keteknikan yang lainnya. Sebegitu luas ruang lingkupyang bisa yang bisa digapai oleh profesi teknik industri seringkali membuat kesulitan tersendiri didalam memberikan identitas yang jelasdan tegas mengenai apa yang sebenarnya bisa dikerjakan oleh profesiini. Disiplin teknik industri pada hakekatnya bisa dikelompokkan kedalam tiga topik besar permasalahan yang dijumpai di industri yangselanjutnya bisa dipakai sebagai landasan utama pengembangan disiplinini; yaitu pertama, berkaitan erat dengan permasalahan-permasalahanyang menyangkut dinamika aliran material yang terjadi di lantaiproduksi. Disini akan menekankan pada prinsip-prinsip yang terjadi pada saat proses transformasi --- seringkali juga disebut sebagaiproses nilai tambah --- dan aliran material yang berlangsung dalam sistem produksi yang terus berkelanjutan sampai meningkat ke persoalan aliran distribusi dari produk akhir (output) menuju ke konsumen. Topikkedua berkaitan dengan dinamika aliran informasi. Persoalan pokok yang ditelaah dalam hal ini menyangkut aliran informasi yang diperlukan dalam proses pengambilan keputusan manajemen khususnya dalam skala operasional. Hal-hal yang berkaitan dengan perencanaan produksi agregat, pengendalian kualitas, dan berbagai macam problem manajemen produksi/operasional akan merupakan kajian pokoknya. Selanjutnya topic ketiga cenderung membawa disiplin teknik industri ini untuk bergerak kearah persoalan-persoalan yang bersifat makro-strategis. Persoalan yang dihadapi sudah tidak lagi bersangkut-paut dengan persoalan-persoalan yang timbul di lini aktivitas produksi ataupun manajemen produksi melainkan terus melebar ke persoalan sistem produksi/industridan sistem lingkungan yang berpengaruh signifikan terhadap industri itu sendiri. Topik ketiga ini cenderung membawa disiplin teknik industri untuk menjauhi persoalan-persoalan teknis (deterministik-fisik-kuantitatif) yang umum dijumpai di lini produksi (topik pertama)dan lebih banyak bergelut dengan persoalan non-teknis (stokastik-abstraktif-kualitatif). Berhadapan dengan problematika yang kompleks, multi-variable dan/atau multi-dimensi; maka disiplin teknik industri akan memerlukan dasar kuat (dalam bidang keilmuan matematika, fisika,maupun sosial-ekonomi) untuk bisa memodelkan, mensimulasikan dan mengoptimasikan persoalan-persoalan yang harus dicarikan solusinya. Begitu luasnya ruang lingkup yang bisa dirambah untuk mengaplikasikankeilmuan teknik industri jelas akan membawa persoalan tersendiri bagi profesional teknik industri pada saat mereka harus menjelaskan secara
tepat “what should we do and where should we work” ? Pertanyaan ini jelas tidak mudah untuk dijawab secara memuaskan oleh mereka yang masih awam dengan keilmuan teknik industri. Kenyataan yang sering dihadapi adalah bahwa seorang profesional teknik industri seringdijumpai berada dan “sukses” bekerja dimana-mana mulai dari lini operasional sampai ke lini manajerial. Seorang professional teknik industri seringkali membanggakan kompetensinya dalam berbagai hal mulai dari proses perancangan produk, perancangan tata-cara kerjasampai dengan mengembangkan konsep-konsep strategis untuk mengembangkan kinerja industri. Seorang professional teknik industri akan bisa menunjukkan cara bekerja yang lebih baik, lebih cerdik,lebih produktif, dan lebih berkualitas. Seorang profesional teknikin dustri bisa diharapkan sebagai “problem solver” untuk membuat sistemproduksi bisa dioperasikan dan dikendalikan secara lebih efektif, nyaman, aman, sehat dan efisien. Untuk itu eliminasi berbagai hal yang bersifat kontra-produktif seperti pemborosan waktu, uang, material,enersi dan komoditas lainnya merupakan fokus utama yang harus dikerjakan.

Dengan mengacu pada ABET-Engineering Criteria 2000, maka seorang profesional Teknik Industri tidak saja harus menguasai kepakaran (hard-skill)Teknik Industri; tetapi juga harus memiliki wawasan, pemahaman,dan kemampuan/kompetensi lainnya (soft-skill) seperti (a) kemampuan untuk bekerja dalam kelompok (organisasi), (b) pemahaman tentang tanggung jawab sosial dan etika profesi, (c) kemampuan berkomunikasi baik lisan maupun tulisan, (d) kesadaran lingkungan (alam maupun sosial), (e) kepekaan tinggi terhadap berbagai persoalan yang dihadapi menyangkut berbagai macam isue kontemporer, aktual maupun situasional dan (f) kemampuan berorganisasi, manajemen dan leadership, dan sebagainya. Berdasarkan ABET Engineering Criteria 2000 tersebut, seorang profesional Teknik Industri tidak saja diharapkan akan memiliki kemampuan akademis dan kompetensi profesi keinsinyuran (engineering) yang baik saja, tetapi juga memiliki wawasan dan kepekaan terhadap segala permasalahan yang ada di industri maupun masyarakat.

Guna mengantisipasi problematika industri yang semakin luas dan kompleks, maka disiplin teknik industri telah menunjukkan banyak perubahan maupun penyesuaian dengan arah perkembangan yang ada. Adanyakehendak untuk meningkatkan produktivitas, kualitas, dan disisi lainharus diikuti pula dengan keinginan untuk menekan biaya produksi(costs reduction program) serta waktu penyampaian barang (time delivery) secara tepat waktu merupakan langkah-langkah strategis yang harus dipikirkan oleh profesi teknik industri agar bisa meningkatkan daya saing perusahaan. Selain itu ruang lingkup pasar tidak lagi harus bersaing di tingkat lokal (nasional) melainkan mengarah ke tingkat persaingan pasar global. Perubahan tantangan yang dihadapi oleh dunia industri jelas sekali juga akan membawa perubahan pada fungsi dan peran yang harus bisa dimainkan oleh disiplin teknik industri. Kalau pada awalnya profesi teknik industri secara tradisional mengurusi persoalan-persoalan di tingkat pengendalian operasional (manajemen produksi) seperti perancangan-perancangan tata-letak mesin, tata-cara kerja, sistem manusia-mesin (ergonomi) dan penetapan standard-standard kerja; maka dalam beberapa dekade terakhir ini profesi teknik industri lebih banyak dilibatkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan perencanaan strategis dan pengambilan keputusan pada tingkat manajemen puncak. Persoalan yang dihadapi oleh profesi teknik industri tidak lagi dibatasi dalam skala kecil (mikro) melainkan berkembang ke skala besar (makro). Sebagai contoh kalau awalnya studi pengukuran kerja lebih difokuskan ke skala stasiun kerja sekedar mendapatkan standard-standard (waktu, output ataupun upah) kerja untuk merealisasikan konsep “the fair day’s pay for the fair day’s work”; maka peran profesi teknik industri modern belakangan ini banyak diperlukan untuk melakukan pengukuran produktivitas dan kinerja makro organisasi-perusahaan guna menilai sehat tidaknya kondisi industri tersebut.

Ditengah-tengah keterpurukan industri nasional --- baik yang bergerak di sektor anufaktur maupun jasa --- didalam menghadapi persaingan global; disiplin teknik industri sudah sepatutnya mengambil peluang ini dengan menunjukkan letak keunggulan disiplin teknik industri dibandingkan dengan disiplin keteknikan maupun keilmuan yang lain untuk memberi solusi-solusi yang lebih cerdas. Tantangan maupun ancaman yang menimpa industri nasional justru membuka peluang lebih besar bagi disiplin teknik industri untuk melakukan penelitian- penelitian baik berupa penelitian dasar (fundamental research),penelitian terapan (applied research), ataupun penelitian tindakan/pesanan (action research). Cukup banyak kasus yang bisa ditarik darisituasi dan kondisi yang terjadi di industri nasional yang memberi banyak peluang bagi kita untuk mengaplikasikan semua “IE’s tools” yang kita miliki guna memberikan analisa dan jawaban konkrit. Karakteristik disiplin teknik industri yang menekankan model pendekatan sistemik, holistik, serta komprehensif-integral akan sangat efektif untuk menyelesaikan persoalan-persoalan industri yang memiliki spektrum luas dari ranah mikro (teknis-operasional) sampai ke makro (sosial-ekonomis-lingkungan).

Kampus ITS, 19 Juli 2009.


Dari Studi Kerja Manusia ke Optimasi Sistem Industri

Oleh : Sritomo W. Soebroto ITS

Sejak kapankah disiplin dan/atau profesi Teknik Industri (IndustrialEngineering) lahir dan dikenal orang? Sebagai sebuah disiplin kecabangan dari ilmu keteknikan/teknologi secara formal orangmengenalinya sekitar pertengahan tahun 1900-an, setelah sebelumnya orang mengenal terlebih dahulu beberapa disiplin seperti Teknik Sipil,Teknik Mesin, Teknik Elektro, Teknik Kimia dan berbagai macam derivasidisiplin-disiplin tersebut. Namun, agak berbeda dengan disiplinketeknikan yang lain, orang seringkali menjumpai berbagai kesulitandidalam mencoba mendefinisikan secara konkrit mengenai karakteristik, ciri spesifik, maupun ruang lingkup yang berkaitan dengan fungsi maupun peran disiplin teknik industri ini didalam menjawab tantangandan persoalan di dunia industri. Disiplin teknik industri seringdianggap tidak tepat untuk dimasukkan didalam ranah habitat“engineering” yang begitu mengunggulkan kemampuan dan kompetensi merancang --- bisa berupa rancangan produk ataupun rancangan proses--- dengan berlandaskan analisa pendekatan kuantitatif dan serbaeksak. Disisi lain problematika industri yang dijumpai seringkali jugalebih cenderung begitu kompleks, gampang berubah, penuh unsur ketidak-pastian, abstraktif dan sulit diramalkan dengan pendekatan obyektif;sehingga memerlukan penyelesaian yang lebih bersifat sistemik, holistik, dan komprehensif-integral.Sebagai disiplin ilmu keteknikan yang tergolong “baru”, profesi teknikindustri lahir sejak ada persoalan produksi, sejak manusia harus mewujudkan sesuatu untuk memenuhi keperluan hidupnya, dan sejakmanusia ada. elahiran profesi teknik industri memiliki akar kuat dariproses revolusi industri yang membawa perubahan-perubahan didalambanyak hal. Perubahan lain yang pantas untuk dicatat sebagai tonggak(milestone) kelahiran profesi teknik industri adalah diterapkannya rekayasa tentang tata-cara kerja (methods engineering) dan pengukurankerja (work measurement) yang bertujuan untuk meningkatkanproduktivitas dan kualitas kerja. Langkah-langkah strategis yangdikerjakan oleh Taylor, Gilbreths, Fayol, Gantt, Shewart, Granjean, Barnes, Mundel, Kroemer, Sanders dan sebagainya yang telah menghasilkan paradigma-paradigma baru dalam berbagai penelitian kerjadengan fokus pada manusia sebagai penentu tercapainya produktivitasdan kualitas kerja (quality of work life) yang lebih baik lagi.Sebenarnya apa-apa yang telah dilakukan oleh Taylor, dkk itu bukanlahsesuatu yang berdiri sendiri dan terlepas dari apa-apa yang telah dikerjakan oleh oleh para pioneer teknik industri sebelumnya. Bilaistilah produksi maupun industri akan dipakai sebagai kata kunci yangmelatar-belakangi lahirnya profesi teknik industri; maka setidak-tidaknya dalam hal ini Adam Smith (The Wealth of Nations, 1776) dan Charles Babbage (On Economy of Machinery and Manufacturers, 1832)t telah mengemukakan konsep peningkatan produktivitas melalui efisiensi penggunaan tenaga kerja dan pembagian kerja berdasarkan spesialisasi/keahlian. Fokus persoalan mengenai apa yang diteliti, dikaji dandirekomendasikan oleh Smith maupun Babbage ini tampaknya memberikanmotivasi kuat bagi Frederick W.Taylor (The Principles of Scientific Management, 1905) untuk menempatkan “engineer as economist” didalam perancangan sistem produksi di industri, dimana konsep yang dikembangkan berkisar ada dua tema pokok, yaitu (a) telaah mengenai “interfaces” manusia dan mesin dalam sebuah sistem kerja, dan (b) analisa sistem produksi untuk memperbaiki serta meningkatkan performans kerja yang ada. Pendekatan ergonomi dalam perancanganteknologi di industri telah menempatkan rancangan produk dan sistemkerja yang awalnya serba rasional-mekanistik menjadi tampak lebihmanusiawi. Disini faktor yang terkait dengan fisik (faal/fisiologi) maupun perilaku (psikologi) manusia baik secara individu pada saat berinteraksi dengan mesin dalam sebuah rancangan sistim manusia-mesindan lingkungan kerja fisik akan dijadikan pertimbangan utama.Teknik industri yang awal mulanya muncul sebagai sebuah disiplin yangfokus pada studi dan perancangan kerja; belakangan berkembang menjadisebuah disiplin yang jauh berbeda secara signifikan dalam hal fokus maupun area luasan lingkup kajiannya. Telah terjadi penurunanintensitas untuk melakukan studi tentang kerja khususnya yang terjadidi lantai produksi (shopfloor) dan bergeser ke aras makro yang terkaitdengan area sosial-ekonomi industri. Kondisi tersebut membawa disiplinteknik industri menjadi tidak lagi memiliki kemampuan untukmengorganisasikan kerja dan merancang sistem kerja modern. Dalam perjalanan paruh abad 20, disiplin teknik industri dipahami sebagaisebuah filosofi manajemen dan pengembangan teknik-teknik untukmemperbaiki sistem produksi/industri dengan cara meningkatkan efisiensi kerja. Selain mengembangkan metode untuk melakukan tudigerak dan waktu (motion and time study) --- dimana studi ini dikena luas sebagai awal muncul dan berkembangnya disiplin teknik industri --- para pioner juga mengorganisasikan/ melakukan aktivitas procurement, serta pengendalian kualitas, inventori dan perancangan sistem akuntansi. Mereka juga merancang ulang mesin perkakas (machinetools) untuk menambah ketelitian dan efisiensi kerja mesin. Selain itu juga melakukan eksperimen dengan pemberian bonus kerja (incentiveplans) yang dipercaya akan bisa meningkatkan motivasi dan menghasilkan upah yang layak dari pekerja. Sebagian besar aktivitas yang dikerjakan oleh seorang insinyur teknikindustri di awal kemunculannya terpusat pada persoalan-persoalan yang dijumpai di pabrik dan tugas-tugas administrasi/manajemen yang umumnya dilaksanakan secara manual, repetitif dengan output berupa benda fisik. Selanjutnya setelah perang dunia kedua (1950-an), disiplin teknik industri bergeser ke arah perkembangan ke problematik industri dalam skala besar (makro) dengan berbagai kajian yang mengarah kependekatan kuantitatif dan analitis dalam penyelesaian persoalan industri yang semakin abstraktif, komprehensif, penuh dengan ketidakpastian dan sulit diprediksi. Meskipun di awal pertumbuhannya masih fokus dengan penanganan problematika di lantai produksi (shop floor) dalam ranah mikro, namun kemudian mulai beranjak dengan pengembangan berbagai model, tools dan metode pengelolaan (manajemen) proses produksi dan mata rantai distribusi. Selanjutnya juga mulai dikembangkan berbagai model maupun pendekatan matematika-optimasi (operation research) yang tidak hanya diaplikasikan untuk menyelesaikan problematika produksi di industri, transportasi, service/jasa dan aktivitas operasional lainnya. Disiplin teknik industri terus berkembang dengan berbagai metode dan cara pendekatan dalam ranah analisa serta proses pengambilan keputusan dengan memasukan factor resiko yang sering dihadapi dalam dunia industri, bisnis danmanajemen. Disiplin teknik industri mulai membuka pemahaman dan paradigma barudalam studi mengenai rekayasa/keinsinyuran (engineering) yang tidak lagi melihat industri dalam aspek teknis (controls, displays, dan human-machine systems), tetapi juga berbagai persoalan non-teknis seperti costs analysis, environmental, management, social-engineering, dan lain-lain. Proses pengambilan keputusan didalam menyelesaikan persoalan di industri yang berskala besar tidak lagi bisa dilakukan secara parsial, sepotong-potong, dan linier; akan tetapi haruslah dilakukan dengan pola pikir dan tindak lateral dengan segala macam pertimbangan yang multi-dimensional, kualitatif dan terkadang memerlukan kepekaan intuitif. Problematika industri tidaklah semata ditentukan oleh sub-sistem materi (material sub-system) yang serba eksak, melainkan juga dipengaruhi lebih banyak lagi oleh sub-sistem manusia (human sub-system) dengan perilaku yang lebih sulit untuk diduga. Problematika industri selain akan tergantung pada factor produksi pasif (bahan baku, mesin, gedung, ataupun fasilitas produksilainnya), juga akan banyak dipengaruhi oleh faktor produksi aktif yaitu manusia (baik sebagai individu maupun kelompok kerja) dengan segala macam perilakunya.Selama perang dunia kedua berlangsung, tentara sekutu (Inggris dan Amerika) mempekerjakan sebuah tim yang terdiri dari para pakar matematika, fisika dan statistik untuk mengembangkan berbagai metoda pendekatan untuk menyelesaikan problematika logistik dan jaringan distribusinya (Bailey and Barley, 2004). Bekerja dengan menggunakan rancangan awal komputer, tim “operation research” ini sukses menyelesaikan problematika logistik, distribusi maupun transportasi yang dihadapi operasi militer sekutu pada saat yang relatif sama harus menghadapi berbagai front medan pertempuran yang tersebar dengan mengalokasikan secara optimal sumber-sumber daya yang terbatas. Operation riset (OR) secara cepat berkembang sebagai sebuah tool yangefektif bisa diaplikasikan untuk berbagai problematika yang kompleks yang umum dijumpai bukan hanya di operasi militer, namun juga di industri. Sekitar pertengahan tahun 1960-an queuing theory, decision analysis, network analysis, simulation techniques dan linear/dynamic programming dikembangkan dan diaplikasikan di berbagai industri besar. Begitu juga OR, seperti halnya dengan industrial statistics ---sebagai applied mathematics --- diperkenalkan dan masuk ke dalam kurikulum wajib teknik industri sebagai dasar optimasi menyelesaikan problematika industri yang semakin besar skala produksinya serta semakin kompleks pengorganisasian/pengelolaannya.

Disiplin teknik industri telah mengembangkan dan mengaplikasikan berbagai model matematis sebagai dasar analisa dan pendekatan kuantitatif dalam penyelesaian persoalan teknis maupun manajemen produksi/industri dalam skala makro. Hal tersebut tidak jauh berbeda halnya saat para pioner teknik industri (Taylor, Gilbreths, dll) melakukan studi kerja manusia (ergonomics, scientific management) untuk meningkatkan produktivitas di lantai produksi dalam skala mikro.Seperti ergonomi, pendekatan matematis (OR) yang dilakukan oleh insinyur TI akan memberikan “scientific legitimacy” untuk optimasi dan pengambilan keputusan dalam organisasi maupun sistem produksi/industri yang semakin rumit dan kompleks permasalahan yang dihadapi.

Iklan 2